Rabu, 21 Mei 2008

Tentang istilah Adab dan Jahily

Pada tulisan sebelumnya telah dijelaskan secara ringkas seputar Adab Arab atau sastra Arab. Nah selanjutnya akan kita coba melanjutkannya secara lebih luas.
Barangkali hal yang pertama kali dihadapai oleh pengkaji adab Arab (sastra Arab) sebelum Islam adalah mengenai definisi serta maksud dari lafadh adab (أدب) yang kemudian disusul dengan Jahiliy (جاهلي) dimana kata terakhir ini identik dengan masa sebelum kedatangan Islam dan penggunaannya pun telah tersebar luas.

1. Adab (أدب)
Mengenai istilah adab yang digunakan untuk sastra dalam bahasa Indonesia, sudah banyak para pengkaji yang mencoba menganalisanya. beberapa diantaranya, seperti orientalis Itali, Karl Naleno, mengatakan dalam esainya yang pernah diterbitkan pada tahun 1911 adalah: bahwa kata "Adab" yang dalam bahasa Arabnya terdiri dari tiga huruf alif (أ), dal (د), dan Ba' (ب), merupakan derivasi dari kata da-a-ba (دأب) yang digunakan oleh orang-orang Arab sebelum kedatangan Islam dengan arti adat (العادة) atau jalan yang ditempuh (السنة). kata ini tidak terambil dari bentuk singularnya (مفرد) yaitu da-ab (دأب) seperti kebanyakan kata lain yang terwakili oleh bentuk tersebut, melainkan terambil dari bentuk pluralnya (جمع), yaitu: ad-aab (أدآب), yang kemudian hurufnya dibalik karena adanya sebab-sebab tetentu, yang dalam ilmu shorf-nya (grammar Arab) disebut dengan al-qalb al-makaniy atau pergantian tempat huruf, yaitu a-daab (أداب). hal ini sudah menjadi kebiasaan dalam bahas Arab dimana beberapa huruf dalam suatu kata dibalik atau diganti tempatnya, dimana huruf pertama diganti tempatnya dengan huruf sesudahnya dan sebagainya. sebagai perbandingan bagi pembentukan kata a-daab yang aslinya adalah ad-aab, kata bi'-run (بئر) dan ri'mun (رئم) merupakan bentuk singularnya. kemudian bentuk pluralnya adalah ab-aar (أبآر) dan ar-aam (أرآم). kemudian kedua kata ini hurufnya dibalik menjadi aa-baar (آبار) dan aa-raam (آرام). Kemudian setelah pengunaan kata aa-daab ini meluas, kata ini mulai biasa terucap dalam bentuk mufradnya, adab (أدب).
Sedang pengkaji lain seperti Dr. Syauqi Dloif mengatakan bahwa adab (أدب) adalah derivasi dari kata al-Adbu (الأدب) yang berarti undangan jamuan. mereka menyandarkan hal ini pada ucapan Turfah ibn al-Abdu:

نحن في المشتاة ندعو الجفلى # لا ترى الآدب فينا ينتقر[1]
Karena itu maka kata ma'-du-bah (مأدبة) diartikan dengan jamuan atau makanan. Dan dari sini muncul derivasi kata a-da-ba, ya'-du-bu yang berarti membuat makanan atau mengundang jamuan.[2]
Pendapat kedua ini mengatakan bahwa tidak ada bait syi'ir lain selain baitnya Turfah yang menunjukkan bahwa kata tersebut telah berubah maknanya pada masa jahiliyah, dari makna indrawi menjadi makna dzihny (rasio) yang abstrak. selain dalam bait syiir tersebut, kata adab dalam bentuknya yang lain juga terdapat dalam sebuah hadits Nabi yang menunjukkan makna bimbingan akhlak, yaitu:

أدبني ربي فأحسن تأديبي
Sebagaimana juga digunakan oleh seorang penyair mukhadram[3] Sahm ibn Handlolah al-Ghanawy, dalam syairnya:

لا يمنع الناس مني ما اردت # ولا أعطيهم ما أرادوا حسن ذا أدبا[4]
Sedang menurut Dr. Taha Husein, dalam bukunya Fi al-Syi'ir al-jahily, yang diterbikan tahun 1927, menolak kedua pendapat yang telah lalu. dia bilang "kita tidak tahu nash (teks) Arab jahily yang benar-benar pasti yang menggunakan kata al-adab, sebagaimana kita juga tidak menemukannya dalam Al-Qur'an, hadits, dan perkataan khalifah yang digunakan dalam artian yang sekarang ini dikenal".[5] Dia juga memastikan bahwa kata ini tidak diketahui oleh orang Arab kecuali pada masa Bani Umayyah.
Namun jika kita amati dengan cermat berbagai pandangan diatas, mungkin pendapat kedualah yang mendekati kebenaran dimana pendapat ini didukung oleh beberapa nash meskipun nash tersebut tidak memberi kepastian tentang asal-usul kata adab. Beberapa argument diantaranya adalah hadits Nabi itu sendiri, serta syair handholah diatas yang perowinya merupakan orang yang terpercaya, dan tentang populernya kata adab sendiri pada masa umaiyah, yang secara nalar tidak mungkin menjadi sebuah kata popular secara tiba-tiba tanpa proses. Sedang tentang tidak adanya nash yang pasti tersebut tidak bisa serta-merta menunjukkan bahwa kata adab tidak dikenal pada masa sebelum Islam. Karena mungkin nash-nash tersebut hilang sehingga tidak sampai kepada kita. Hal ini seperti di ungkapkan oleh Umru' ibnul Ala' yang mengatakan bahwa: perkataan orang Arab yang sampai kepada kita, itu hanyalah sedikit sekali, karena seandainya banyak, tentu kita akan mendapatkan ilmu dan sya'ir yang sangat banyak.
Terlepas dari perdebatan tentang asal-usulnya, kata Adab telah menjadi kata popular pada masa bani Umaiyah dan menunjukkan dua arti yaitu: pelatihan akhlak dan pengetahuan tentang syi'ir, nasab nenek moyang serta berita masa lalu. Menurut Taha Husein, cakupan makna diatas pada masa Bani Abbas bertambah dengan makna modern yaitu natsr fanny (seni prosa), dan naqd fanny atau kritik sastra.
Dan berkaitan dengan sejarah peradaban, sejak pertengahan abad masehi kata adab mempunyai dua cakupan makna, umum dan khusus. Makna umum memcakup seluruh ilmu pengetahuan serta hasil pemikiran para ulama dan sastrawan tentang berbagai macam tema, entah berupa filsafat, sastra, dan lainnya. Sedang makna khusunya hanya mencakup sastra itu sendiri, tanpa melibatkan ilmu pengetahuan lainnya. Wallahu a'lam bis showab.
(diringkas dari buku dirasat fi adab al-Arab qabla al-Islam, oleh Dr. Utsman Ali).

[1] . Diwan Turfah, tahqiq Ali al-Jundi, Anglo-mesir.
[2] . Lisan al-Arab, baris a-da-ba (أدب).
[3] . Mukhadraom adalah orang yang hidup pada masa sebelum kedatangan Islam dan setelahnya.
[4] . al-Ashr al-Jahily, dar al-ma'arif. Hal.2
[5] . tarikh Adab al-Arab, Jilid1, Hal.21

Tidak ada komentar: